Semalam saya dan istri saya ke RS dr. Sutomo
Karangmenjangan, menjenguk ketua lingkungan kami yang sedang terbaring sakit di
lorong ruang IRD. Ia telah terbaring dan kehilangan kesadarannya dari pagi hari
dan sampai malam ini, pukul 21.00 WIB belum juga siuman. Ada botol infus
bergantung di dekat tempat tidurnya. Gelembung plastic dan selang oksigen
terpasang di mulutnya. Napasnya cepat dan dalam. Dadanya seperti terguncang
ketika dia harus menarik dan menghembuskan nafasnya. Kami berdoa dan tidak tahu
lagi harus berbuat apa. Aku sarankan ke anaknya supaya terus bercakap-cakap
dengan ibunya walaupun ia belum memberikan respon. Karena ia tetap
mendengarnya. Anaknya coba terus berbisik-bisik di telinga ibunya yang belum
juga terjaga.
Istriku menyarankan untuk segera diberikan minyak suci. Kami
segera menghubungi romo paroki tetapi ternyata semua romo di paroki sedang
berada di luar kota. Akhirnya saya coba menghubungi romo kenalanku. Teman seangkatanku
dulu. Ia pun bersedia datang. Kami menunggu di depan ruang IRD dan beberapa
saat kemudian romo temanku itu pun tiba.
Ia agak kaget ketika kami mengantarnya masuk ke lorong ruang
IRD, dimana ada banyak pasien lain yang diletakan berjejer begitu saja di
lorong itu. Hilir mudik petugas kesehatan dan keluarga pasien menambah hiruk
pikuk di ruangan itu. Sempat terlihat juga beberapa orang polisi yang sedang
mengawal pelaku dan korban kecelakaan. Kami segera menuju ke tempat ibu ketua
lingkungan. Romo mengatakan harus di sini saja? Ya, kami memberi tahu bahwa
memang kami belum diberi kamar. Romo kemudian mengeluarkan stola dan buku
pemberkatan, serta tempat menyimpan minyak suci. Berlima; saya, istri saya,
putra si ibu, ibu yang sakit dan romo, mengawali
doa yang dipimpin romo. Romo kemudian mengolesi minyak di dahi dan kedua
telapak tangan ibu yang sakit. Doa ditutup dengan berkat dari romo. Si ibu
memang membelelakan matanya, tapi masih belum ada respon dari tatapan mata itu.
Romo bertanya-tanya sebentar dengan putra ibu yang sakit dan
kemudian berpamitan. Kami mengantarnya sampai ke parkiran mobil, mengucapkan
terima kasih dan kemudian juga kembali ke rumah kami. Dalam perjalanan pulang
aku terus terbayang akan wajah ibu itu. Masih lekat di mataku, ia yang kurus
dan rentah karena dikuras sakit paru-paru dan jantung yang akut, tetap setia
berjalan membagikan undangan doa lingkungan ke seluruh anggota lingkungannya. Seolah
tak peduli dengan kesehatannya sendiri, ia berkeliling meminta sumbangan untuk
orang miskin di parokiku. Hidupnya hanya
untuk orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar