Saya menjadi assisten class EFL (English for Foreign Language) KUMON baru tiga bulanan ini. Tapi saya menemukan spirit bertanding yang luar biasa dari anak-anak sekelas TKK maupun SD yang berusaha mengalahkan tingkatan kelasnya sendiri dalam mempelajari materi pelajaran bahasa Inggris. Masing-masing anak usia belia itu bahkan ada yang sudah dapat menguasai materi pelajaran lima tingkat di atas tingkatan kelasnya. Ini memang misi dari KUMON. Seperti Clarence, siswa kelas dua SD, tapi sekarang yang dipelajarinya adalah materi pelajaran bahasa Inggris yang setara dengan siswa kelas lima SD. Semangat juang mereka yang besar dan ditunjang oleh sistem pengajaran yang terpadu membuat anak-anak jaman sekarang dapat dengan cepat menguasai penggunaan satu bahasa asing.
Saya teringat akan kisah menara Babel, sebuah kisah yang konon menjadi cikal bakal munculnya beragam bahasa di dunia. Orang-orang pada jaman Babel itu sedang berusaha membangun sebuah kota dengan menaranya yang dapat menjangkau langit. Usaha mereka dapat berjalan dengan mudah karena mereka dapat saling berkomunikasi dengan baik. “Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana” (Kej 11:6). Tuhan melihat ini lalu berusaha mencegahnya dengan mengacaubalaukan bahasa mereka. …dan mereka berhenti mendirikan kota itu (Kej 11:8). Apakah pembangunan kota dan menara tidak diteruskan lagi hanya karena persoalaan bahasa yang beragam? Atau adakah yang ingin ditunjukan oleh Tuhan dengan aksiNya ini?
Saya berpikir bahwa kalau hanya persoalaan bahasa mereka menghentikan pembangunan Babel, maka tentunya setelah mereka dapat mempelajari bahasa-bahasa asing yang baru itu, pembanguan kota dan menara dapat dilanjutkan lagi. Toh, manusia memiliki kemampuan intelektual untuk menguasai suatu hal baru dengan cepat, termasuk bahasa, bukan? Kisah menara Babel ini lebih dari sekedar persoalaan bahasa. Inilah kisah keangkuhan manusia yang ingin menjungkau Allah. Kisah yang munuturkan secara gamblang betapa berambisinya manusia pada kekuasaan, termasuk kekuasaan yang absolut. Ada keinginan kuat untuk menunjukkan siapa dirinya.
Padahal Yesus kemudian menunjukkan "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, …” (Mrk 8:34). Jika ingin menjangkau Allah, setiap orang harus bisa meningalkan dirinya. Ia harus bisa melepaskan atribut-atribut kebanggannya sebagai manusia; yang bisa membangun ini dan itu, yang bisa menguasai ilmu ini dan itu, yang memiliki kecemerlangan budi dan ketangguhan fisik, untuk mengambil jalan yang boleh dibilang hina (salib). Orang harus mampu turun dari singgasana keinginannya untuk menguasai dan sungguh-sungguh menggantinya dengan hasrat yang kuat untuk melayani.
Sehingga kemampuan intelektual yang diberikan Tuhan untuk secara cepat dapat menguasai sesuatu hendaknya dimanfaatkan manusia jaman sekarang untuk melayani Tuhan dan sesamanya. Bukan malah sebaliknya, berusaha menyaingi Tuhan atau secara arogan mau menguasai sesamanya sendiri. Ragam bahasa yang ada, hendaknya menunjukkan keanekaan kekayaan Tuhan. Dan kemampuan kita dalam menguasai beragam bahasa asing, adalah berkat yang secara sengaja diberikan Tuhan agar memudahkan kita untuk saling berkomunikasi dalam karya pelayanan. Inilah Babel baru yang harus dibangun anak tangga pelayanan yang pada gilirannya akan membawa kita pada pertemuan dengan Tuhan di puncaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar