Sabtu, 09102010
SMS (Surabaya Medical Service) pukul 13,15 khabar itu datang. Besok pagi-pagi sekali kami harus kembali karena operasi cesar akan segera dilakukan pukul 07.00. ya Tuhan trima kasih untuk semuanya
Minggu, 10102010
SMS …. Aku ingin mengurai detailnya. Tapi nanti sajalah.
Pukul 21.46, aku duduk disamping istriku, menemaninya dalam diam. Sesekali ia minta minum dan aku segera menyodorkan segelas air putih. Dengan bantuan sedotan, ia menyedot seteguk air putih. "cukup, mas". Tubuhnya terbaring lemas, tangan masih dipasangi infus, 'ringer laktat', yang tinggal seperenambelas botol isinya. Ia memberi sinyal padaku bahwa infusnya sudah hampir habis. Matanya kemudian memejam lagi. Aku diam-diam mengamati wajah diamnya yang telah begitu sering kupandangi. Ingin kuceritakan detailnya kepadanya tapi akal sehatku masih belum bisa diajak kompromi.
Tubuhnya membujur lurus, dibungkus kain batik coklat yang di bawah dari rumah. Ia enggan memakai kain panas rumah sakit. Selang keteter menyembul keluar dari balik batik tepat dari bawah lutut. Selangnya terus menjulur dan bermuara di kantong plastik yang diletakkan di kolong tempat tidur. Kantong itu sudah hampir penuh. Cairan kuning yang bercampur dengan warna merah darah mulai menyesaki kantong itu.
"kantongnya hampir penuh sayang"
"nanti bilang mbaknya, tolong ajari cara membuang cairannya."
"Oh.."
Aku lelah, mata berat. ingi n sekali istirahat. Sudah dari pukul 03.00 subuh, aku terbangun, membangunkan istriku dan siap-siap berangkat ke SMS. Sedikit kepagian kami tiba di SMS, melapor diri dan memasuki kamar Rosela 6-7.
Pukul 06.00, pakaian istriku diganti dengan pakaian operasi. Setengah jam kemudian kami bergegas ke kamar operasi. Di depan kami menunggu. Begitupun dengan para assisten dokter. Ternyata bu dokter belum tiba. Melepas ketegangan kami mulai lagi bercanda. Marianus menggodai Maksi. Mama dan Vita tersenyum-senyum sendiri di sudut ruangan. Aku memegang tangan kursi roda dan coba membuat urutan kecil di leher istriku. Aku sedang membuat istriku tenang. Ia menatap padaku dan tersenyum. Semuanya akan baik-baik saja kan?
Waktu menunggu semakin lama karena Bu Dokter belum juga datang. Satu jam telah berlalu. Gurauan sudah tidak menggelitik lagi. Diganti rasa ngantuk yang sangat. Kegelisahan kulihat mulai membayangi raut wajah istriku. Aku coba menenangkannya. Rosario biru masih digenggam tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengusap perutnya yang semakin terasa sakit. Yang sabar ya nak.
Pukul 07.50 bu Dokter tiba. Sedikit basa-basi ia menyapa istriku dan seorang assistennya mengambil alih kursi roda istriku untuk dibawah masuk. Kami tidak boleh masuk. Dari pintu kaca kami berdoa semoga semuanya berjalan lancar.
Pukul 08.00 bu dokter masuk ke kamar oprasi dan sepuluh menit kemudian…
Pukul 08.10 tangis anakku mengelegar memecah pagi itu. Menembus lorong ruang operasi dan sampai di hatiku. Membuat jantungku berdebar semakin kencang. Aku histeria dalam bahagia. Ada perasaan aneh yang sulit digambarkan. Terima kasih Tuhan. Kemudian anakku dibawah keluar menuju ruang bayi. Seluruh tubuhnya dibungkus kain kecuali wajahnya. Di depan pintu keluar suster perawat menunjukkan wajahnya pada kami. Kelihatan wajah ketakutannya dan tangisnya yang tak mau berhenti.
2 komentar:
Siiiip...Hugo!
thanks Romo
Posting Komentar