Jumat, 26 Juli 2013

Penabur

PENABUR
 (Mat 13:1-9)
13:1 Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau.13:2 Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.13:3 Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: "Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.13:4 Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.13:5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.13:6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.13:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.13:8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.13:9 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
Bapak ibu, saudara-saudari yang terkasih
Membaca dan mendengarkan bacaan tentang seorang penabur ini, memberi inspirasi bagi saya dan semoga bagi kita sekalian sebagai seorang guru dan tenaga kependidikan tentang bagaiamana  menaburkan benih-benih kebaikan kepada anak didik kita. Hanya saja tugas kita sebagai seorang pendidik mungkin akan lebih berat dari sang penabur yang digambarkan Yesus dalam kisah tadi. Sebab sekilas tergambar tugas si penabur hanya menaburkan benih begitu saja. Tak peduli benih itu akan bertumbuh atau tidak, itu bukan urusan dia.
Sedangkan bagi kita, tugas menaburkan tidak berhenti pada membiarkan benih jatuh di tanah, melainkan harus juga bersedia menyiapkan lahan agar benih itu tidak kembali kosong melainkan menghasilkan banyak buah. Kita adalah sang penabur yang sekaligus adalah si pemilik lahan.
Benih yang kita tabor jangan sampai jatuh kepinggir jalan. Karena itu yang masih ada di pinggir jalan harus segera di bawa ke dalam kelas.
Benih tidak boleh jatuh di tanah berbatu. Karena itu yang keras kepala, yang ‘mokong’ harus dilembutkan dan digembur dulu. Harus dibuat nyaman dulu agar mereka dapat menerima materi pelajaran kita dengan baik.
Jangan sampai semak berduri membuat pengajaran kita tidak berkembang. Mungkin semak berduri itu bisa berupa  situasi kelas yang tidak kondusif, pengaruh negative dari teman-teman atau mungkin tuntutan-tuntutan kita yang terlalu berat. Di sinilah peran kita untuk membakar semak berduri itu dan menggantinya dengan pendampingan yang intensif dan hangat agar materi  pengajaran yang kita taburkan benar-benar mengakar dan berguna bagi mereka di masa depan.
Bapak ibu yang terkasih, kita memang dituntut untuk menjadi pemabur-penabur hebat, menjadi guru-guru hebat yang dengan sepenuh hati membri perhatian penuh bagi anak didik kita. Karena itu marilah terlebih dahulu kita hidup dalam terang sabda yang memberi kita inspirasi hebat setiap hari. Semoga kita tidak mengandalkan kekuatan kita senidiri dalam keseharian kita. Tetapi selalu setia berguru pada Yesus sang penabur benih yang baik.
(hugo)