Jumat, 18 November 2011

Silent is Gold



BINA ROHANI

“Diam itu emas”. Silent is Gold. Ini adalah kata-kata besar yang melahirkan gagasan yang besar. Para pemikir besar selalu melahirkan pemikiran-pemikiran yang cemerlang ketika mereka mengambil waktu untuk berdiam diri. Penemuan-penemuan spektakuler datang dari kerja keras dan ketekunan yang berlangsung dalam ketenangan. Seorang tukang emas menciptakan perhiasan yang memukau mata ketika dia mengukir emasnya dalam diam. Di dalam diam dan keheningan, ada kedekatan emosional dan spiritual antara apa yang kita kerjakan dan kita yang mengerjakan pekerjaan itu. Sehingga tidak mengherankan bila seseroang bisa lupa waktu bila sedang diam menekuni sesuatu.

Alampun bertumbuh dalam diam. Benih jatuh ke tanah, masuk dalam tanah, terkubur diam dan bertumbuh perlahan-lahan, tanpa suara, tanpa orang lain tahu. Kita bangun pagi dan menemukan tunas yang mulai muncul. Daun yang mulai bertambah. Dahan yang bercabang. Batang yang membesar dan akhirnya menjadi sebatang pohon.

Kehingan adalah satu syarat mutlak bila kita ingin masuk dalam latihan Rohani yang mendalam. Dengan suasana yang relatif diam dan tenang, kita dapat masuk lebih dalam ke ruang rohani kita untuk melihat kedalaman spiritual kita.

Rohani harus mendapat pembinaan karena rohlah yang menggerakan seluruh diri kita. Ada tiga unsur dalam diri manusia, yakni tubuh, roh dan jiwa. Tubuh mencakup aspek material yang bisa diindrai dari diri seseorang. Misalnya kepala, kaki, tangan, hati jantung rambut dan telinga, serta organ tubuh lainnya. Roh adalah aspek spiritual atau mental yang tidak dapat diindrai secara kasat mata tapi sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup seorang manusia. Misalnya pemikiran, hasrat, kemauan, tanggung jawab, disiplin dan lainnya. Jiwa adalah aspek kerohanian yang mengarahkan manusia untuk bergantung dan mencari penciptanya.

Dengan pembinaan rohani diharapkan mental seseroang akan lebih terasah sehingga ia dapat bersikap secara dewasa dan lebih bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri maupun kehidupan orang lain sebagai satu keluarga besar.

Silent is Gold


BINA ROHANI

“Diam itu emas”. Silent is Gold. Ini adalah kata-kata besar yang melahirkan gagasan yang besar. Para pemikir besar selalu melahirkan pemikiran-pemikiran yang cemerlang ketika mereka mengambil waktu untuk berdiam diri. Penemuan-penemuan spektakuler datang dari kerja keras dan ketekunan yang berlangsung dalam ketenangan. Seorang tukang emas menciptakan perhiasan yang memukau mata ketika dia mengukir emasnya dalam diam. Di dalam diam dan keheningan, ada kedekatan emosional dan spiritual antara apa yang kita kerjakan dan kita yang mengerjakan pekerjaan itu. Sehingga tidak mengherankan bila seseroang bisa lupa waktu bila sedang diam menekuni sesuatu.

Alampun bertumbuh dalam diam. Benih jatuh ke tanah, masuk dalam tanah, terkubur diam dan bertumbuh perlahan-lahan, tanpa suara, tanpa orang lain tahu. Kita bangun pagi dan menemukan tunas yang mulai muncul. Daun yang mulai bertambah. Dahan yang bercabang. Batang yang membesar dan akhirnya menjadi sebatang pohon.

Kehingan adalah satu syarat mutlak bila kita ingin masuk dalam latihan Rohani yang mendalam. untuk. Dengan suasana yang relatif diam dan tenang, kita dapat masuk lebih dalam ke ruang rohani kita untuk melihat kedalaman spiritual kita.

Rohani harus mendapat pembinaan karena rohlah yang menggerakan seluruh diri kita. Ada tiga unsur dalam diri manusia, yakni tubuh, roh dan jiwa. Tubuh mencakup aspek material yang bisa diindrai dari diri seseorang. Misalnya kepala, kaki, tangan, hati jantung rambut dan telinga, serta organ tubuh lainnya. Roh adalah aspek spiritual atau mental yang tidak dapat diindrai secara kasat mata tapi sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup seorang manusia. Misalnya pemikiran, hasrat, kemauan, tanggung jawab, disiplin dan lainnya. Jiwa adalah aspek kerohanian yang mengarahkan manusia untuk bergantung dan mencari penciptanya.

Dengan pembinaan rohani diharapkan mental seseroang akan lebih terasah sehingga ia dapat bersikap secara dewasa dan lebih bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri maupun kehidupan orang lain sebagai satu keluarga besar.

Jumat, 26 Agustus 2011

TOMORROW IS TOO LATE


Mat 24:42-51

Don’t you know, where does the Satan live now? No cemeteries had been the home of Satan anymore, nor the wall street or highest trees. Because cemeteries are full of light now and all the wall streets have their own people. Nobody is afraid to be alone under the trees because they found something that really fresh more than anything that scared. So, where the satans are?

They were in your watch? They ask you not to do anything good that you want to do now but until. Because they influence your hearth with the statement that you still have time. Don’t do it now? God is so kind with you. So, you always still have time to back to Him, if the time came. This is the new way of Satan method to take you from being deep with God. He knew your week and try to catch you when you lost your concentration.

Today Jesus ask you to be careful with time. Jesus told you to keep watch and have a ready hearth to do every thing that you think it is good now. Don’t keep it till tomorrow or next time. Because if you don’t do it now you will be sorry. Those will pass away and you got nothing.

Lets with Jesus we always keep fight with Satan by saying “Tomorrow is too late”. So, I want to do it now. It is the time that God really want to do every good things. It is Theological word said Kairos: time to be saved. And time to ask somebody to be saved like you and me.

Selasa, 26 Juli 2011

RELIGIOSITAS


Seorang siswa SMP pernah mengajukan sebuah pertanyaan kepadaku saat pelajaran agama. “Pak, sebenarnya apa yang menjadi garansi seseorang dapat masuk surga? Agamanya atau imannya?” saya kenal betul siswa ini. Dia belum memeluk satu agama pun karena orang tuanya berpikir agama merupakan urusan pribadi. Dia bisa menentukan sendiri agamanya bila sudah mantap untuk memilih agama mana yang akan dianutnya.

Karena itu saya tidak ingin memberi jawaban spontan yang terlalu dangkal. Bila saya memberi jawaban iman, sebagaimana mestinya dijawab begitu, maka ia akan semakin sumringah karena dengan begitu orang tidak harus beragama. Yang berarti sama dengan mengukuhkan pendiriannya saat ini. Agama hanya membuat orang terkotak-kotak karena masing-masing agama cendrung menonjolkan perbedaannya daripada kesamaannya. Karena itu baginya beriman saja sudah cukup.

Sedangkan bila saya memberi pilihan jawaban pada agama. Maka ia malah akan semakin ngakak terbahak-bahak. Karena dia punya bukti-bukti otentik yang dapat memperlihatkan secara gamblang rentetan orang-orang beragama yang sangat mungkin tidak dapat masuk surga karena mereka secara sadar melakukan perbuatan-perbuatan yang justru dilarang oleh agama mereka sendiri. Ambil sebagai contoh, pembunuhan , korupsi, manipulasi/penipuan, aborsi, saling menghujat, saling membenci, iri hati, dendam dan lain sebagainnya.

Akhirnya saya mulia menjawab dengan memberikan anologi ini. Hidup ibarat ziarah panjang menuju satu titik akhir. Iman adalah keyakinan dasar manusia bahwa titik akhir itu adalah kembali pada Sang Khalik, Penciptanya. Agama ibarat jalan yang dapat menghantar orang pada tujuan akhir itu. Bagaimana mungkin orang dapat sampai pada tujuan kalau tidak melewati sebuah jalan? Agama karenanya, dapat dilihat sebagai condition sine qua non untuk mencapai sang pencipta.

Selasa, 12 Juli 2011

CHANGE BEGINS CHOICE


any day we wish, we can discipline ourselves to change it all. any day we wish, we can open the book taht will open our mind to new knowledge. any day we wish, we can start a new activity. any day we wish, we can start a process of life change.

we can do it immediately, or next week, or next month, or next year. We can also do nothing. We can pretend rather than perform.

And if the idea of having to change ourselves makes us uncomfertable, we can remain as we can choose rest over labor, entertainment over education, delusion over turth, and doubt over confidence. The choices ours to make. But while we curse the effect, we continue to nourish the cause.

As Shakespeare uniquely observed, “The fault is not in the start, but in ourselves.”

We created our circumstances by our past choices. We have both the ability and the responsibility to make better choices beginning today.

Those who are in search of the good life do not need more answer or more time to think things over to reach better conclucions. They need the turth. They need the whole turth. And they need nothing but the turth.

We can not allow our errors in judgment, repeated every day, to lead us down thewrong path. We must keep coming back to those basics that make the biggest difference in how our life works out. And than we must make the very choices that will bring life, happiness and joy into our daily lives.

And, if may be so bold to offer my last pice of advice, for someone seeking and needing to make changes in their life-if you don’t like how things are, change it! You are not a tree. You have the ability to totally transform every area in your life- and it all begins with your very own power of choice.

(KUMON CLASS DIARY,

Kumon Margorejo-Surabaya)



Senin, 25 April 2011

di HARI JUMAT AGUNG


Sejarah hidup manusia selalu merupakan sejarah kemenangan. Sejarah yang memihak orang-orang yang menang. Semua orang selalu berpacu untuk merebut kemenangan. Walaupun untuk itu ia harus melenyapkan orang lain. Ia harus menyingkirkan orang lain. Ia harus menyingkirkan orang lain bahkan Ia harus membunuh orang lain. Semua orang ingin menunjukan bahwa Ia lebih berkuasa dari orang lain. konsenkuesinya adalah bahwa sebuah sejarah kemenangan selalu meninggalkan korba n. Orang-orang yang menderita kekalahan karena mereka tidak berdaya melawan orang yang lebih kuat. Mereka yang menjadi korban peperangan. Orang-orang yang harus menderita karena harta miliknya yang paling berharga dirampas oleh orang lain secara paksa. Mereka seperti para korban ketidakadilan, korban pemfitnaan atau korban-korban lainnya. Apakah korban-korban ini masih memiliki tempat dalam sejarah dunia yang mengagungkan kemenangan? Apakah ada orang yang masih peduli dengan para korban?

Hari ini umat Kristen seluruh dunia berkumpul di tempat masing-masing untuk mengenangkan peristiwa tragis; tragedi salib di puncak Golgota. Mari kita sejenak bermenung diri dengan peristiwa salib di Golgota itu. Bayangkanlah manusia salib yang tergantung di puncak Golgota. Kedua tangannya terentang antara langit dan bumi, melekat erat pada salib oleh paku yang menembusinya. Akibat posisi badan menggantung, praktis seluruh berat badan bertumpuh pada kedua tangan itu. Bisa dibayangkan, setelah dilukai, tangan yang selalu memberkati dan memberi itu, kini meringis kesakitan, menahan gesekan paku dan nyeri di urat syaraf. Tubuhnya yang suci penuh berlumur darah. Luka-luka bekas cambukan kembali mengeluarkan darah karena terpanggang terik mentari. Kedua kakinya disatukan dan ditembusi paku. Kemudian dari mulutnya keluar keluhan; "eli, eli, lama sabaktani!' Allahku ya Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?" inilah tindakan seorang Putra yang merasa telah ditinggalkan BapaNya, justru pada saat ia sangat membutuhkan kehadiran BapaNya.

Ya Putra Allah telah disalibkan. Allah yang mahakuasa kini telah menderita. Hanya Allah yang menderita adalah Allah yang dapat dipercaya. Karena ia sungguh-sungguh menunjukkan cintaNya kepada mereka yang dicintanya. Senja di Golgota menjadi begitu penting dalam sejarah umat manusia karena dalam keilahianNya yang menderita, Allah melepaskan atribut, sebutan-sebutan tradisionalNya, dan minum sampai tegukkan terakhir, keputusasaan yang menyayat hati dan penderitaan kematian yang mendalam sekali. Kita lantas bertanya; mengapa Yesus harus menderita begitu hebat sampai mati di salib? Mengapa Putra Allah harus menjadi korban untuk menebus dosa-dosa kita?

Yesus menjadi korban karena cintaNya kepada BapaNya. Karena Yesus adalah korban cinta. Cinta menghendaki agar orang yang dicinta memperoleh kebahagiaan. Karena itu cinta selalu menuntut kesediaan untuk berkorban. Yesus Putra Allah mengalami penderitaan ini bukan karena suatu paksaan dari luar, juga bukan karena Ia tahluk dibawa kekuasaan dunia ini. Namun semata karena Ia taat kepada kehendak BapaNya dan rasa solidaritasnya yang tinggi kepada manusia yang dicintaiNya. Ia rela mengalami pedihnya rasa sakit dan gelapnya kematian.

Namun kita semua tahu bahwa penderitaan dan kematian di salib bukanlah akhir dari segalanya. Kita yakin dan percaya bahwa Yesus akhirnya bangkit mengalahkan kematian. Dari perspektif salib, kebangkitan Yesus harus dibicarakan dari latar salib. Kebangkitan adalah sebuah peristiwa yang sekaligus mau memperkenalkan siapa yang mati di salib. Peristiwa Kebangkitan Yesus mau hendak menyatakan kepada dunia siapa sesungguhnya yang telah mati si salib itu. Dia adalah sungguh Putra Allah. Karena hanya Allah yang dapat mengalahkan maut. Jadi melalui kebangkitanNya, Kristus menjadi antisipasi dari Allah yang akan datang, Allah yang mampu mengalahkan maut dan kematian. Dan melalui kematianNya di salib, Kristus menjadi Allah untuk kita sekarang. Allah di tengah dunia yang mematikan. Inilah makna salib bagi kita; salib adalah tanda solidaritas Kristus dengan kita. Allah yang tersalib, Allah yang tak berdaya dan menderita itu adalah Allah yang tahu betul akan penderitaan manusia, terlebih yang sering menjadi korban, dan Ia mau merasakan dan mengalami sendiri penderitaan para korban itu dengan penderitaanNya sendiri. Inilah Allah yang sungguh-sungguh berpihak pada kita. Setiap orang yang memandang salib akhirnya menyadari bahwa Kerajaan Allah yang dijanjikan Yesus memang belum secara sempurnah terwujud di dunia ini, tetapi ia tetap yakin akan memperoleh kebahagiaan kekal itu karena Yesus, yang telah bangkit, adalah jaminannya.

Di tengah dunia yang meningglkan para korban terkapar sendiri, salib menunjukan kepada kita bahwa Allah yang tersalib selalu hadir juga dalam penderitaan mereka. Marilah kita lebih jauh merenungkan perjalanan hidup kita sendiri. Apakah mungkin para korban itu salah satunya adalah kita sendiri? Sekian sering kita mungkin merasa bahwa kita telah dikianati oleh orang lain. Perjuangann hidup kita di dunia inipun sering memberitahukan kepada kita bahwa lebih banyak penderitaan kegagalan yang kita alami ketimbang kehagiaan kemenangan. Atau sekian sering kita merasa terabaikan, tak dipedulikan, tidak dianggap, sendiri, merana dan ditinggal begitu saja.

Dengan memandang salib, kita kembali diyakinkan bahwa kita tidak menderita sendirian. Yesus tetap meyertai kita karena ia sendiripun pernah mengalami betapa pedihnya penderitaan itu. Dengan membuat tanda salib kitapun percaya bahwa di dalam salib masih ada harapan akan kehidupan yang bahagia setelah salib. Harapan itu harus tetap kita hidupkan karena terus berharap kita bisa menang atas penderitaan di dunia ini. Marilah kita hidup dengan tanda salib sebagai kekuatan kita.

Kamis, 31 Maret 2011

MEA CULPA


Saya masih sangat mengingat kebiasaan baik yang selalu diteruskan dalam kehidupan bersama di seminari. Jika ada seorang penghuni asrama yang melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap aturan maupun keputusan bersama, apalagi kalau kesalahan atau pelanggaran itu sampai merugikan kepentingan umum sehingga dapat merusak tatanan bonum commune yang telah ada, maka orang itu harus meminta maaf secara publik. Tradisi ini disebut "capitulum culpae". Pelaku pelanggaran tadi secara sadar, tahu dan mau, harus berdiri di depan umum, misalnya dalam kesempatan makan bersama atau ibadat bersama, dan dihadapan saudara-saudaranya, mengakui dan menyatakan sesalnya atas pelanggaran atau kesalahan yang telah dibuatnya.

Jenis kesalahan bisa beragam. Mulai dari kesalahan-kesalahan kecil, seperti memecahkan gelas saat spullen, lupa mematikan kran kamar mandi, sampai pada kesalahan-kesalahan besar, seperti bolos dari sekolah, ketiduran sehingga tidak bisa mengikuti ibadat pagi, dan lain sebagainya.

Tentunya ada hal penting dan mendasar yang ingin ditanamkan melalui tradisi ini, yakni keadaran tiap pribadi untuk menghargai aturan dan pentingnya menjaga kelangsungan bonum commune. Tetapi juga bagi penghuni yang lain, yang mendengarkan pengakuan itu, dibiasakan untuk selalu dapat memberi pengampunan dan maaf yang tulus. Ungkapan sikap pemberian maaf yang tulus ini, sekaligus dapat memberi efek jerah yang lebih membekas pada si pelaku. Sebab si pelaku merasa ia tidak dihukum secara berlebihan, tetapi dia walaupun telah bersalah tetap menjadi bagian dari komunitasnya karena ia diterima lagi. Tentunya sanksi sesuai berat ringannya pelanggaran tetap harus ditanggung oleh si pelaku pelanggaran, tetapi semangat untuk menjalankan sanksi itu tidak lagi didasarkan atas unsur paksaan. Namun sekarang adalah semangat yang dilandasi ketulusan hati untuk mau berubah dan tidak akan mengulang kesalahan yang sama.

"Mea culpa, mea culpa, mea maxsima culpa!" Bila seseorang telah sungguh-sungguh mengakui kesalahannya dan berniat tulus untuk berubah, maka setiap kita punya kewajiban moral untuk mendukung niat baik ini. Dalam Matius 18:22, Yesus berkata : "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Inilah yang diharapkan Yesus dari setiap pengikutnya; Hati yang tidak pernah lelah untuk memberi maaf. Tangan yang tidak pernah capek untuk menyambut uluran permintaan maaf saudara kita. Memang tidak mudah memaafkan apalagi memaafkan orang yang telah begitu menyakitkan hati. Walaupun begitu bukankah akan lebih menyakitkan hati bila berlama-lama menyimpan dendam, karena akan menyesakkan dada, membuat sulit bernapas, tertekan, dan akhirnya sakit. Bila sudah begini siapa yang dirugikan?

Rabu, 30 Maret 2011

EXFRATER: FATALISME

http://zerovigo.blogspot.com

FATALISME


Ketika semua yang engkau idam-idamkan belum juga menampakan kedekatannya dengan dirimu, apakah itu karena nasib baik belum berpihak padamu? Kita selalu berdoa dan berharap dengan penuh kesungguhan hati supaya bisa dikabulkan semua harapan dan permohonan kita. Tetapi kenyataan belum memberikan jawaban yang pasti, sekali lagi, apakah ini karena kita pun sedang dipermainkan nasib? Siapa sih sebenarnya nasib itu? Sebentuk apakah benda yang namanya nasib itu? Atau kalau memang ia tak berbentuk sekalipun, tunjukanlah aku padanya. Aku ingin berhadap-hadapan dengannya.

Di mana ia sesungguhnya berada? Apakah ia ada di puncak-puncak gunung, tempat semua dewa berdiam dan mengatur ciptaan dari jauh dan mengendalikan keteraturan kosmos sekehendak hati mereka? Walaupun ia setinggi itu, tetap akan kudaki tuk minta pertagungjawabannya. Apakah ia ada di dasar lautan, tempat dewi penguasa laut bertahta dan memerintahkan samudra bergolak seturut maunya sendiri? Walaupun ia begitu tersembunyi, aku akan menyelaminya tuk mendapatkan jawaban atas semua pertanyaanku tentang dia (nasib).

Apakah ia menggantung di angkasa, tempat bintang-bingtang dan mateor membentuk tatanan galaksi?Memamerkan kemilau dan kerlingan angkuh yang meningkahi malam dengan sejuta impian kosong? Walaupun ia terlalu jauh untuk dicapai, aku akan tetap terbang ke sana. Sebab aku tidak mungkin terus berdiam diri dan membiarkan sang nasib mempermainkan hidupku.

Kelelahan karena harus mencari, menantang atau bahkan mungkin berkelahi dengannya, tidaklah seberapa membebani. Ketimbang kelelahan akibat dipimpong oleh nasib yang tak menentu. Ah, aku sudah tak sabar lagi! Ayo siapa ingin ikut bersamaku memburu sang nasib, sebelum dia akhirnya merasa menang karena mampu memperdayai kita! "Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu, (uL 4:9)" sebab indra kita seringkali menipu. apa yang kita kira benar bisa saja salah, tetapi apa yang kita anggap salah mungkin benar.

Senin, 28 Maret 2011

KISAH RAKYAT DI NIGERIA


Ada tiga orang pulang dari pengembaraan mereka mengambil harta karun. Karena lelah, letih serta lapar selama menempuh perjalanan yang panjang maka mereka memutuskan untuk beristirahat. Dua di antara mereka sudah agak tua dan satunya adalah seorang anak muda. Berhubung yang dua orang itu sudah tua maka yang muda disuruh membeli makanan dan minuman untuk mereka bertiga. Saat pemuda itu pergi membeli makanan, kedua orang tua itu berencana untuk membunuhnya. Mereka berpikir, kalau harta ini dibagi bertiga masing-masing mereka akan mendapat bagian yang sedikit. Tetapi kalau dibagi berdua dapatnya akan lebih banyak. Si pemuda yang pergi membeli makanan pun, di tengah perjalanan, berpikir yang sama. karena itu setelah membeli makanan, si pemuda itu memberi racun pada makanan kedua orang tua itu. Si pemuda kembali dan mulai menyajikan makanan untuk kedua orang tua itu. Namun saat si pemuda lengah, kedua orang tua temannya itu, memukulnya hingga mati. Setelah itu dengan penuh kegembiraan mereka merayakan kemenangan mereka dengan menyentap makanan yang dibawa anak muda tadi. Akhirnya, kedua orang tua itupun mati keracunan. Akibat ketamakan ketiga orang pencari harta karun itu, tidak satupun dari mereka yang akhirnya dapat menikmati harta karun mereka yang sudah dicari dengan penuh susah payah itu.

Kamis, 24 Maret 2011

Menyebrangi Sungai


Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran, pak guru memberi sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya, " Anak-anak, andaikan suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat. Lalu, di depan kita terbentang sebuah sungai kecil. Walaupun tidak terlalu lebar tapi airnya sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut. Sedangkan satu-satunya jembatan yang ada untuk menyebrangi sungai, tampak dikejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat kita berdiri.

Pertanyaannya adalah, apa yang akan kalian perbuat untuk menyebrangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? Pikirkan baik-baik! Tuliskan jawaban kalian di selembr kertas. Jangan sembarangan menjawab dan jawablah dengan memberi alasan. Kita akan diskusikan setelah ini."

Seisi kelas segera ramai. Masing-masing anak memberi jawaban yangn beragam. Setelah bebebrapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, pak guru segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi. Ada sekelompok anak pemberani yang menjawab, "Kumpulkan tenaga dan keberanian, ambil ancang-ancang dan dan lompatlah ke seberang sungai!" ada pula yang menjawab, "Kami akan langsung segera melompat ke sungi dan berenang sampai ke seberang."

Kelompok yang lain bilang, " Kami akan mencari sebatang tongkat pangjang untuk membantu menyebarang dengan tenaga lontaran dari tongkat tersebut." dan ada juga yang berpendapat begini, "Saya akan berlari secepatnya ke jembatan dan menyebrangi sungai. Walaupun agak lama karena jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan menyebrangi jembatan adalah cara yang paling aman."

Setelah mendengar semua jawaban anak-anak, pak guru berkata, "Bagus sekali jawaban kalian. Yang menjawab melompat ke seberang, berarti kalian mempunyai semangat berani mencoba. Yang menjawab turun ke air berarti kalian mengutamakan praktik. Yang memakai tongkat berarti pintar memakai unsur dari luar untuk sampai ke tujuan. Sedangkan yan gberlari ke jembatan untuk menyebrang berarti lebih mengutamakan keamanan.

Bapak senang, kalian memiliki alasan atas jawaban itu. Semua jalan yang kalin tempuh adalah positif dan baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mau berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari gunung dikejar! Pasti tujuan kalian akan tercapai!

Pesan bapak, mulai dari sekarang dan sampai kapanpun, kalian harus lebih rajin belajar dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai ke tempat tujuan."

(Dari Kumon Class diary, febrary 2011, Kumon Margorejo- Surabaya)

Kamis, 17 Maret 2011

DISIPULUS


Mat 7:7-12

"Tuhan, ajarlah kami berdoa," (Luk 11:1). Inilah permintaan tulus seorang murid yang sadar bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Ia sadar bahwa kewajibannya semata-mata adalah belajar. Seluruh perjalanan seorang murid taklain, tak bukan adalah suatu perjalanan untuk selalu belajar. Belajar mengisyaratkan keberadaan diri yang tak tahu apa-apa atau belum cukup memiliki sesuatu yang bisa diandalkan untuk diberi kepada orang lain. Kecuali ketekadan untuk belajar itu sendiri. Si murid merasa diri seperti bejana kosong yang selalu minta untuk diisi.

Sang murid meminta kepada Gurunya untuk mengajari mereka berdoa. Berdoa adalah usaha untuk tetap berada dekat dengan Tuhan. Meskipun kita sendiri tahu bahwa Tuhan tidak pernah jauh dari kita, berdoa tetap merupakan salah satu sarana yang mampu menyadarkan kita akan kedekatan Tuhan dengan kita ini. Dengan berdoa murid merasa hidupnya lebih aman karena ia sadar bahwa ia berada dekat dengan Tuhannya.

"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Mat 7:7). Yesus, sang Guru, kembali menegaskan kepada para muridNya untuk tidak pernah berhenti berdoa. Penegasan Yesus ini menunjukkan bahwa sikap sejati seorang murid adalah meminta bukan menuntut. Meminta berarti memohon dengan penuh pengharapan bahwa permintaannya dapat terkabulkan. Jadi tugas utamanya hanyalah meminta, persoalan dikabulkan atau tidak permintaanya itu sepenuhnya merupakan wewenang dari Tuhan. Seorang murid tidak boleh menuntut atau memaksa Tuhan, apalagi menyuap Tuhan dengan berbagai perbuatan-perbuatan baik hanya supaya doanya dikabulkan. Yang dimaksudkan dengan menyuap Tuhan itu misalnya seperti mengandalkan perbuatan-perbuatan baiknya; amal, bakti, puasanya, sebagai garansi dan modal untuk mendapat rahmat dari Tuhan. Seorang murid tidak bisa mengekang Tuhan dengan jalan pikirannya bahwa setiap perbuatan baiknya pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan.

Kalau begitu apa yang menjadi andalan seorang murid bahwa permintaannya dapat dikabulkan oleh Tuhan? “jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."(Mat 7:11). Andalan seorang murid adalah kemurahan hati dari Tuhan. Tuhan yang maha murah dan maha mengetahui tentunya memahami dengan baik sekali kebutuhan dari setiap muridnya. Jadi Tuhan akan memberikan kepada setiap orang yang meminta kepadanya apa yang sesungguhnya sangat dibutuhkannya. Yang barangkali tidak persis seperti yang dimintakan sang murid. Tetapi sering kali malah jauh melebihi apa yang diminta oleh sang murid. Apakah saya sudah memiliki sikap sejati seorang murid?

Rabu, 16 Maret 2011

SIGNAL


Luk 11:29-32

Angkatan ini adalah angkatan yang mempersonifikasikan dengan sangat tegas adagium yang dilekatkan padanya; Homo est simbolicum animalae. Seluruh tampilan dirinya adalah pemaknaan berlapis dari beragam symbol yang dipakai dirinya dan komunitasnya. Rentetan symbol membentuk tanda atau sign (signal) yang memungkinkannya untuk berkomunikasi; mensyeringkan makna kepada sesamanya. Signal kemudian menjadi dewa baru yang diburu demi memuluskan hidup manusia dewasa ini.

Seluruh atmosfir kita pun, akhirnya disesaki oleh beragam signal, dari signal-signal super-elektromagnetik sampai signal gelombang radio frekuensi rendah. Signal adalah jawaban atas kebutuhan super-sibuk manusia akan informasi dan keinginan membangun relasi. Baik dari sekedar say hallo maupun sampai pada diskusi super- penting tentang dampak reaksi radiasi nuklir yang akan segera mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Ya, manusia memang tidak dapat terpisahkan sama sekali lagi dari yang namanya signal. Lihat saja, jika penunjuk signal di handphonenya hilang, ia dapat seketika pusing tujuh keliling. Semua terasa mandek, berhenti, mau mati rasanya. Segera ia akan berlari ke sana kemari untuk sekedar menemukan yang namanya signal. Sebab kalau signal sampai hilang bisa berakibat fatal. Seorang pengusaha yang sedang membuat deal-deal penting usaha dengan kleinnya melalui telephone genggam bisa gagal mencapai kata sepakat kalau tiba-tiba pembicaraan serius itu sampai putus. Seorang suami yang sedang kangen dengan istrinya, bisa uring-uringan kalau setiap kali HP istrinya dihubungi, jawaban yang didapatnya adalah nomor yang anda tujuh sedang berada di luar jangkauan. Ia mungkin bisa curiga apakah istrinya memang sedang berada di luar kota, tetapi bersama siapa? Padahal mungkin istrinya juga sendang kebingungan karena signal di area sekitar rumahnya still in trouble.

"Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.” (Luk 11: 29) Yesus tidak memberikan tanda kepada orang-orang yang datang kepadanya. Mereka menghendaki suatu tanda, karena memang mereka tidak akan percaya kepadaNya kalau belum melihat suatu tanda dariNya, tetapi Yesus tidak menunjukan suatu tanda apapun kepada mereka. Ketegasan Yesus ini hendak mengungkapkan suatu kebenaran ini, yaitu bahwa antara tanda dan orang yang diberi tanda mempunyai kaitan erat. Bila ingin memdapat tanda mereka harus menyiapkan diri terlebih dahulu supaya pantas dan mampu menerjemahkan makna tanda itu secara benar. Orang yang jahat, yang tidak memiliki ketulusan untuk menyembah Tuhan, tidak akan mampu memahami tanda apapun dari Allah.

Kita adalah angkatan yang tengah hidup di era hingar-bingarnya tanda atau signal. Tapi apakah kitapun mampu menangkap tanda-tanda atau signal-signal dari Allah? Untuk menangkap signal dari Allah tentunya dibutuhkan kesiapan hati, karena signal Allah hanya mampu ditangkap oleh orang yang mencari Dia dengan tulus hati.

Masa prapaskah yang sedang kita jalani sekarang ini merupakan moment yang pas untuk menyiapkan hati kita agar mampu menangkap signal dari Allah. Untuk itu kita harus bisa tenang. Harus bisa keluar dari hingar-bingar signal dunia ini untuk lebih focus memantapkan hati kita dalam manangkap signal dari Allah. Mari kita berusaha menyisihkan sedikit saja waktu untuk meninggalkan kesibukan-kesibukan duniawi kita, untuk sejenak mengasah nurani kita dengan aktivitas rohani yang dapat membuat kita lebih dekat dan peka terhadap signal lembut dari Allah. Apakah kita masih punya waktu untuk berdoa dan merenungkan sabda Tuhan setiap hari secara rutin?

Minggu, 06 Maret 2011

INDRA

Mrk 10:46-52

Indra memang sering kali menipu. Tapi tentang mata tak jarang orang membuat pengecualian. Karena memberi keindahan. Mata menangkap perpedaan cahaya. Mata membuat terpisah yang bersih dari yang kotor, yang putih dari yang hitam. Warna-warna terurai dalam mata. Keserasian bersatu kembali oleh mata. Mata menikmati keindahan yang alamiah maupun buatan manusia.

Karena mata adalah jendela jiwa. Darinya orang dapat menengok gejolak yang sedang bergumul dalam jiwa. Sorot mata memberikan kesan. Kesan yang bisa menembus sampai kerongga hati, di mana dusta tak menemukan tempat. Sorot mata memberitahu segalanya. Kelelahan oleh kerja keras. Kerinduan oleh cinta terpendam. Keterpukulan oleh kekalahan. Ketakjuban pada keajaiban. Keceriahan, nafsu, rayuan, nakal, bengong. Apa lagi?

Mata menyimpan seluruh rahasia yang meresahkan diri. Mata bisa juga menyembunyikan kenyataan tentang apa yang seharusnya diungkap. Namun mata juga memberi harapan. Memberi mimpi kala terpejam dan kecewa bila melek lagi. Memberi tidur yang lelap di tengah malam dan keenganan untuk bangun bila Wecker berdering. Mata menangkap cahaya fajar dan kerling gerimis. Mata memberi pelangi yang menguak teka-teki.

Tanya Yesus kepadanya: "Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang buta itu: "Rabuni, supaya aku dapat melihat!" (Mrk 10:51). Mata Bartimeus terbuka sudah. Jendela jiwa kehidupannya dibuka lebar-lebar kini. Lebih dari itu keteguhan imannya pada Yesus Anak Daud menemukan akhir yang bahagia. Sepintas tampak yang ia derita hanyalah kebutaan fisik semata, tapi di lubuk sanubarinya ia pun seorang anak manusia yang mendambakan perbuatan-perbuatan besar Allah. Ia tentunya sudah banyak mendengar tentang Putra Daud yang mulai popular waktu itu. Asanya menjadi lebih tajam. Ini saatnya ia membuktikan bahwa kemustahilan tidak berarti sekarang. Mujisat bisa terjadi atas dirinya. Ia pasti bisa melihat lagi.

Terkadang mata kita tertutup terhadap harapan kecil yang tumbuh dengan lebih mendalam di lubuk hati kita. Mata kita lebih muda terbuai dengan keindahan yang dipancarkan secara instans dan semu oleh kemilau dunia di depan kita. Karena itu mata Bartimues yang buta, mau menyadarkan kita bahwa yang lebih penting adalah harapan yang tersembunyi di lubuk hati dan keyakinan yang teguh pada kemahakuasaan Yesus Putra Daud. Marilah kita berdoa bersama Bartimeus agar Yesus Putra Daud dapat memelekkan mata nurani kita, agar kita pun dapat melihat dengan jelas harapan-harapan kecil kita dan harapan-harapan kecil orang lain di sekitar kita. Harapan akan suatu dunia yang lebih baik, aman dan damai.

Rabu, 02 Maret 2011

NUMERO UNO


Mrk10:32-45

Menjadi yang terbesar, menjadi yang terkemuka adalah dambaan setiap orang. Di mana-mana kita mendengar dan menyaksikan orang berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi terdepan. Dalam setiap pertandingan apapun sudah pasti yang selalu dikejar adalah kemenangan, numero uno. Bahkan ketika kalahpun, orang selalu menghibur diri dengan ungkapan, “ini adalah kemenangan yang tertunda.” Dunia kita dewasa ini memang merupakan dunia yang diwarnai dengan persaingan, siapa yang menang dialah yang akan tetap hidup.

Pada kenyataannya, yang menjadi terbesar adalah selalu yang terbaik. Orang-orang besar adalah orang-orang yang dianggap mempunyai kompetensi terbaik dalam bidangnya. Orang-orang yang selalu keluar sebagai pemenang adalah orang-orang yang paling ulung. Tak jarang orang-orang yang memiliki predikat terbaik ini adalah orang-orang yang setia pada hal-hal kecil, orang-orang yang rajin dan tekun. Dalam dunia olahraga, orang-orang yang sering keluar sebagai pemenang sebuah pertandingan adalah orang-orang yang memiliki jadwal latihan yang ketat dan disiplin yang tinggi. Ini adalah suatu seleksi alamiah, bila ingin menjadi yang terbesar, harus menjadi yang terbaik.

Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. (Mrk.10:43-44) secara sepintas mungkin kita melihat apa yang dikatan Yesus ini sungguh bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Mana mungkin kalau ingin jadi yang terbesar harus menjadi seorang pelayan, kacung atau babu? Apakah mungkin seorang hamba dpat menjadi seorang yang terkemuka, terhormat dan disegani semua orang? Kalau begitu, sekiranya apa sebenarnya yang ingin disampaikan Yesus dari sabdanya untuk kita hari ini? Saya melihat ada dua hal penting yang ingin ditekankan di sana.

Pertama, bila ingin menjadi yang terkemuka hendaklah manjadi yang terakhir. Yang terakhir dapat diartikan sebagai suatu kondisi persiapan untuk menjadi yang terdahulu, terkemuka. Bila ingin berada di puncak, orang harus memanjat anak tangga perlahan-lahan. Bila ingin menjadi yang terbaik, orang harus memulai dari latihan-latihan dasar, yang menjadi kekuatan untuk latihan-latihan berikutnya yang lebih berat. Bila ingin menjadi teladan, orang biasanya menghormati orang-orang kecil dan yang tak diperhatikan. Orang yang menata kariernya dari bawah akan lebih lama bertahan kekuasaannya ketimbang orang yang tiba-tiba saja berada di puncak, sebab ia tidak memiliki dasar yang kuat. Orang yang bekerja keras mencari uang akan lebih bersyukur dan bangga dengan hasil keringatnya ketimbang orang yang tiba-tiba menang undian/lotre.

Kedua, bila ingin menjadi yang terbesar, hndaklah menjadi pelayan bagi semua. Menjadi pelayan berarti menjadi seorang yang selalu memperhatikan kebutuhan orang lain. (lihatlah pelayan di pesta-pesta) Hal ini wajar, karena seorang yang terbesar adalah seorang yang memiliki tanggung jawab paling besar, seorang yang memiliki bidang pelayanan paling luas. Karena itu sering muncul istilah seorang besar itu sesungguhnya adalah seorang pelayan besar. Sebab, sesungguuhnya seorang menjadi besar karena ia di “besar”kan oleh orang lain. Para pejabat menjadi besar karena ada rakyat, orang kebanyakan, yang telah mengangkatnya. Karena itu ia harus menjadi pelayan bagi rakyatnya.

Menjadi besar sesungguhnya bukan sebuah fenomen yang negative. Orang memang harus membangun semangat kompetisi bila ingin maju. Persoalannya adalah bagaimana cara menjadi yang terbesar dan bagaimana bersikap setelah menjadi yang terbesar. Untuk menjadi yang terbesar orang harus terlebih dahulu menjadi yang terbaik, untuk itu orang harus belajar untuk tekun dan setia pada hal-hal kecil yang dapat menghantarnya untuk setia pada hal-hal besar. Dan setelah menjadi yang terbesar, orang tidak boleh takabur, ia tidak boleh lupa daratan. Ia harus bisa menjadi pelayanan bagi sesamanya.

Selasa, 01 Maret 2011

UPAH

Mrk 10: 28-31

Tanggal 01 dalam bulan, tanggal muda, tanggal untuk mendapat upah. Wajah lebih sumringah, langkah lebih ringan, ke kantor lebih pagi. Begini kira-kira suasana awal bulan orang-orang gajian; orang-orang upahan. Paling kurang untuk satu bulan ke dapan sudah ada yang diandalkan buat menyambung hidup. Tidak peduli sedikit atau banyak, cukup atau tidak. Sementara, biarkan hati dipenuhi ketenangan dulu. Mungkin tunggakan utang masih menumpuk, tagihan ini dan itu belum lunas dibayar. Biarlah saja, kesusahan hari ini cukupkanlah saja untuk hari ini. (Mat 6:11). Jerih payah sebulan perlu dirasakan nikmatnya juga, bukan?

“orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal” (Mrk 10:30). Yesus menjanjikan upah yang besar bagi mereka yang berkorban untuk Dia. Upah yang sangat sepadan dengan meninggalkan orang tua, saudara-saudari, pekerjaan bahkan diri sendiri. Setiap pengorbanan manusia mendapat penghargaan yang setimpal dari Yesus. Bahkan penghargaan yang diberikan Yesus jauh lebih besar dari yang mungkin diharapkan oleh manusia. Yesus tidak memberikan jaminan ketenangan di dunia semata, melainkan terlebih jaminan keselamatan abadi di surga. Inilah yang dimaksudkan dengan 100 kali lipat.

Orang yang mendapat upah biasanya adalah orang yang sudah bekerja. Bagaimana caranya bekerja supaya bisa mendapatkan upah 100 kali lipat? Orang-orang sukses telah bekerja dengan cara yang tepat sehingga mereka memperoleh 100 kali lipat. Ada dua rahasia untuk dapat bekerja dengan cara yang tepat: focus pada pekerjaan dan selebihnya biarkan Allah yang menyelesaikannya.

Focus berarti menetapkan hati, pikiran dan tenaga seutuhnyan pada apa yang sedang dikerjakan. Sungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, (Mrk 10:29)… karena hal yang terpenting dalam hidup yang sungguh-sungguh ada secara nyata adalah hal yang sedang kita hadapi pada saat ini, di sini. Hic et nun. Hari kemarin sudah berlalu, hari esok masih belum pasti. Bila kita bekerja dan menganggap bahwa apapun yang sedang kita kerjakan sekarang adalah hal yang paling penting maka kita akan bersungguh-sungguh melakukannya. Yesus tidak mengatakan bahwa hubungan keluarga, relasi persahabatan atau kerja sama di tempat kerja tidak penting. Semua itu penting. Yang mau ditandaskan Yesus adalah bahwa jika kita melakukan sesuatu buatlah seolah-olah hal-hal lain saat itu belumlah penting. Ini penting karena akan membantu kita memusatkan seluruh kemampuan kita untuk menyelesaikan pekerjaan kita secara lebih efisien.

Dan bila kita sudah sungguh-sungguh focus pada apa yang sedang kita lakukan, tinggal menunggu hal baik apa yang akan terjadi kemudian. Perhatikan baik-baik semuanya akan menjadi lebih baik. Bahkan dapat menghasilkan buahnya 100 kali lipat.

Senin, 28 Februari 2011

HARTA

Ada sesuatu Try Out hari pertama UNAS SMP 2010 / 2011 MKKS Surabaya. Paket soal UNAS terdiri dari lima macam; ABCDE. Pengawas try out membagi paket soal secara acak sambil tetap memperhatikan agar siswa yang berdekatan jangan sampai mendapat paket soal yang sama. Raut wajah para siswa biasa-biasa saja. Rupayanya mereka sudah diberitahu akan adanya penambahan jumlah paket soal ini.

Penambahan jumlah paket soal ini tentunya untuk menjaga kredebilitas lulusan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Harus ada banyak siswa yang lulus namun tentunya masing-masing dari mereka haruslah siswa yang berkualitas. Bagi para penyelenggara pendidikan, ini tentunya main goal-nya, tapi bagi para siswa itu hanyalah akal-akalan pemerintah saja supaya kami tidak bisa saling nyontek. Hahahaha…! “Ah, lama-lama makin susah ya untuk dapat lulus UNAS!”

"Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah…” (Mrk 10:24). Yesus ternyata juga menuntut manusia-manusia yang berkualitas untuk dapat masuk dalam Kerajaan Allah. Hanya manusia-manusia yang lulus ujianlah yang dapat masuk dalam Kerajaan Allah. Kalau orang ingin mendapatkan kedamaian yang sempurna, ia harus menjual harta milliknya dan mengikuti Yesus. Ini adalah ujian yang berat. Sebab secara naluria manusia selalu ingin menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Kita tidak dapat memungkiri bahwa kesejahteraan hidup manusia di dunia sedikit banyak ditentukan pula oleh seberapa banyak penghasilan dan juga harta yang dapat menjamin hidupnya. Kemiskinan material bukan pilihan bagi manusia dewasa ini. Kalau begitu apakah yang akan lulus dalam  ujian masuk Kerajaan Allah itu hanyalah orang-orang yang miskin?

Tentunya tidak demikian, bukan? Orang yang lulus ujian adalah orang yang tidak mengikat hatinya dengan harta. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat. 6:21). orang yang tidak menempatkan harta sebagai Tuhannya; menenpatkan harta sebagai satu-satunya tujuan hidupnya. Orang yang tidak menempatkan harta sebagai identitas eksistensinya. Melainkan orang yang secara berani mau mambagi hartanya/rejekinya bagi orang lain yang membutuhkan. Harta bukan lagi tujuan tetapi sarana untuk mencapai kedamaian abadi; Kerajaan Surga.

Sabtu, 19 Februari 2011

BABEL


Saya menjadi assisten class EFL (English for Foreign Language) KUMON baru tiga bulanan ini. Tapi saya menemukan spirit bertanding yang luar biasa dari anak-anak sekelas TKK maupun SD yang berusaha mengalahkan tingkatan kelasnya sendiri dalam mempelajari materi pelajaran bahasa Inggris. Masing-masing anak usia belia itu bahkan ada yang sudah dapat menguasai materi pelajaran lima tingkat di atas tingkatan kelasnya. Ini memang misi dari KUMON. Seperti Clarence, siswa kelas dua SD, tapi sekarang yang dipelajarinya adalah materi pelajaran bahasa Inggris yang setara dengan siswa kelas lima SD. Semangat juang mereka yang besar dan ditunjang oleh sistem pengajaran yang terpadu membuat anak-anak jaman sekarang dapat dengan cepat menguasai penggunaan satu bahasa asing.

Saya teringat akan kisah menara Babel, sebuah kisah yang konon menjadi cikal bakal munculnya beragam bahasa di dunia. Orang-orang pada jaman Babel itu sedang berusaha membangun sebuah kota dengan menaranya yang dapat menjangkau langit. Usaha mereka dapat berjalan dengan mudah karena mereka dapat saling berkomunikasi dengan baik. Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana” (Kej 11:6). Tuhan melihat ini lalu berusaha mencegahnya dengan mengacaubalaukan bahasa mereka. dan mereka berhenti mendirikan kota itu (Kej 11:8). Apakah pembangunan kota dan menara tidak diteruskan lagi hanya karena persoalaan bahasa yang beragam? Atau adakah yang ingin ditunjukan oleh Tuhan dengan aksiNya ini?

Saya berpikir bahwa kalau hanya persoalaan bahasa mereka menghentikan pembangunan Babel, maka tentunya setelah mereka dapat mempelajari bahasa-bahasa asing yang baru itu, pembanguan kota dan menara dapat dilanjutkan lagi. Toh, manusia memiliki kemampuan intelektual untuk menguasai suatu hal baru dengan cepat, termasuk bahasa, bukan? Kisah menara Babel ini lebih dari sekedar persoalaan bahasa. Inilah kisah keangkuhan manusia yang ingin menjungkau Allah. Kisah yang munuturkan secara gamblang betapa berambisinya manusia pada kekuasaan, termasuk kekuasaan yang absolut. Ada keinginan kuat untuk menunjukkan siapa dirinya.

Padahal Yesus kemudian menunjukkan "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, …” (Mrk 8:34). Jika ingin menjangkau Allah, setiap orang harus bisa meningalkan dirinya. Ia harus bisa melepaskan atribut-atribut kebanggannya sebagai manusia; yang bisa membangun ini dan itu, yang bisa menguasai ilmu ini dan itu, yang memiliki kecemerlangan budi dan ketangguhan fisik, untuk mengambil jalan yang boleh dibilang hina (salib). Orang harus mampu turun dari singgasana keinginannya untuk menguasai dan sungguh-sungguh menggantinya dengan hasrat yang kuat untuk melayani.

Sehingga kemampuan intelektual yang diberikan Tuhan untuk secara cepat dapat menguasai sesuatu hendaknya dimanfaatkan manusia jaman sekarang untuk melayani Tuhan dan sesamanya. Bukan malah sebaliknya, berusaha menyaingi Tuhan atau secara arogan mau menguasai sesamanya sendiri. Ragam bahasa yang ada, hendaknya menunjukkan keanekaan kekayaan Tuhan. Dan kemampuan kita dalam menguasai beragam bahasa asing, adalah berkat yang secara sengaja diberikan Tuhan agar memudahkan kita untuk saling berkomunikasi dalam karya pelayanan. Inilah Babel baru yang harus dibangun anak tangga pelayanan yang pada gilirannya akan membawa kita pada pertemuan dengan Tuhan di puncaknya.

Kamis, 17 Februari 2011

RENUNGAN: MESSI


Bukan suatu kebetulan renungan ini dibuat menjelang pertandingan knock out 16 besar liga champion Eropa antara Barcelona melawan Arsenal. Saya menyebut ini suatu keterkaitan yang indah. Kaitan itu ada pada sebuah nama: Messi. Leonil Messi adalah pemain kunci di klub Barcelona. Pemain terbaik dunia 2010 ini jelas-jelas menjadi momok tersendiri bagi pemain belakang lawan klub manapun. Ketika kaki-kaki lincahnya mulai mengoceh bola semua mereka seolah tersihir untuk hanya mengagumi pesona lekukan tariannya. Sampai tiba-tiba bola sudah bersarang di gawang mereka, barulah mereka siuman. Itulah Messi. Seorang pemain belakang Arsenal menjelang pertandingan ini mengatakan, bahwa semua pemain Barcelona memang hebat tapi Messi tetap menjadi perhatian utama. Tapi apa yang dikatakan Messi menjawab pujian hebat ini. Ia malah balik memuji pemain lawan. Menurut Messi satu-satunya pemain yang harus mendapat perhatian adalah Teo Walcot. Inikah kerendahan hati seorang Messi?

Maka jawab Petrus: “Engkau adalah Mesias!” sebuah nama indah yang muncul dari seorang murid Yesus yang tahu persis siapa gurunya. Jawaban itu sepertinya tidak murni ungkapan Spontan Petrus semata, tapi lebih dari itu. Inilah jawaban putra-putri Daud yang telah sangat lama merindukan datangnya seorang penyelamat. Secara khusus penyelamat yang dapat membebnaskan bangsa mereka dari situasi terjajah oleh bangsa asing. Tetapi apa tanggapan Yesus atas jawaban Petrus itu. “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.” Inilah kerendahan hati seorang Mesias. Ia tidak segera besar kepala karena menyandang predikat juruselamat seperti yang mereka bayangkan. Tapi Ia malah merendah. Ia tidak ingin dihormati oleh orang-orang dunia ini. Karena keselamatan yang dibawaNya adalah keselamatan yang abadi. Selamat dari penjajahan maut. Keselamatan yang demikian harus ditempuh dengan jalan penderitaan dan kematian.

Apakah Messi dan Messias itu sama? Secara harfiah mungkin ya. Tapi esensinya tentu sangat jauh berbeda. Walaupun demikian Messi telah menunjukan dirinya sebagai murid seorang Mesias sejati. Messi telah meneladani kerendahan hati Mesiasnya. Ia tetap menempatkan dirinya sebagai seorang biasa walaupun ia memiliki kelebihan yang membuat dia menjadi pemain bola yang luar biasa. Apakah kita juga mampu berbuat seperti Messi, mencontoh kerendahan Messias kita? Hari ini sekali lagi mari kita belajar untuk menjadi lebih rendah hati.

Rabu, 16 Februari 2011

carpe diem

CARPE DIEM

Perjalanan ke alor dengan kapal penyebarangan ASDP atau Ferry sungguh luar biasa. Pertama kali aku dikagetkan dengan harga tiket yang begitu melonjak tinggi. Ternyata aku sudah cukup lama tidak kembali ke kampung. Enam tahun memang bukan waktu yang singkat. Segala sesuatu bisa berubah, bukan? Kecuali satu, suasana kapal yang masih itu-itu saja. Desak-desak penumpang memenuhi dek bawah yang semestinya diperuntukan bagi kendaraan. Semua penumpang enjoy saja. Meski mereka harus berhimpitan dengan ban sepeda motor, lemari pakaian, tumpukan karung hasil bumi dan lain sebagainya. Angkutan murah memang tetap menjadi pilihan. Walaupun bagiku ini sudah tidak murah lagi.

Setiap orang sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri. Anak-anak bermain sesukanya. Di mana saja mereka memang senang bermain. Orang-orang tua ngobrol ke sana kemari. Ada juga yang sibuk menjaga anak mereka agar tidak terlalu dekat bermain ke buritan kapal. Maklum pengamanan kapal tidak begitu menjamin. Orang-orang muda sibuk mengumbar pesona, memperhatikan lawan jenis seusianya yang mungkin kena di hati. Kapal yang hiruk pikuk namun sungguh mengayikkan. Semua tidak peduli kapan mereka akan tiba di pelabuhan seberang, karena mereka sudah tahu kapal baru akan berlabuh bila pagi datang. Untuk sekedar membunuh waktu, semua menikmati saja.

Hamparan lautan yang percuma diberikan, membentang begitu saja bagai permadani biru yang tak berujung. Langit yang begitu cerah. Matahari senja yang mulai kemuning warnanya. Siapa yang peduli dengan bunyi mesin kapal. Siapa yang peduli dengan ketidaknyamanan, apalagi kelayakan sebuah anggkutan umum murah. Asal bisa sampai di tujuan, itu sudah sangat disyukuri mereka.

Tiba-tiba seorang anak kecil menjerit menambah gaduh suasana yang sudah sangat ramai itu. Teriakannya makin menjadi-jadi, sehingga mampu mengalahkan deru mesin kapal.Sejenak semua mata di keramaian itu mengarah padanya. Ia belum juga diam, tatapan mata-mata itu tidak mampu menyuruhnya diam. Terdengar ibunya bertanya dengan dialek daerah yang khas Alor selatan, “ada apa e, kenapa tidak bisa diam?” anaknya menyahut dengan teriakkan yang lebih kencang lagi. Kemudian ia meronta-ronta, mengejang, berusaha melepaskan diri dari gendongan ibunya. Orang-orang mulai terbiasa dengan adegan itu. Mereka sibuk lagi dengan urusannya sendiri. Tapi sesekali mereka terusik juga dengan teriakkan anak itu. Dia belum juga berhenti menjerit. Ada yang mulai memberi komentar. “Mungkin lapar, ayo beri dia makan, bu!”

“sudah, dia baru menghabiskan sebongkah roti” sebongkah roti memang tertalu besar untuk anak sekecil itu. Sehingga orang yang memberi saran tadi cuma bisa melongo.

“turunkan saja, ia ingin bermain” yang lain coba membantu.

“Tidak, aku takut” ibu itu malah semakin erat mencengkram anaknya. Anaknya yang kesakitan sepertinya hampir kehabisaan udara. Napasnya terengah-engah antara tangisan dan cekikan.

“Ayo turunkan saja, bu. Apa yang ibu takutkan?”

“Ia akan terjun ke laut” suara ibunya begitu meyakinkan ketika mengatakan kalimat itu.

Tangisan anak kecil itu ternyata mulai menular

Pasted from

\CARPE%20DIEM.docx>

ayah


Ayah. Aku telah menjadi seorang untuk empat bulan labih. Bagi Filio anak yang telah hadir ditengah-tengah kami. Buah kasih yang tiada bandingannya ini. Malam ini ia menangis histeris, rupanya ia masih kesal karena tadi tidurnya terganggu. Ia menangis sejadi-jadinya. Tetangga-tetangga jadi ikut prihatin. Semua berdatangan. Padahal istriku sudah berusaha menengkannya. Ia tetap histeris. Aku jadi kalang kabut. Istriku bilang jangan panik, tapi aku sudah tidak tahan lagi. Filio kurebut dan kugendong. Aku lantas bersuara lebih keras, berusaha mengalahkan erangannya. Dia mulai sadar. Agak tenang, berhenti sesaat. Tapi tetap ingin berteriak lagi. Kami akhirnya kuat-kuatkan suara. Dia mungkin mulai sadar kalau ini suara ayahnya. Ia perlahan mulai tenang. Kubisiki kata-kata lembut di teilinga. Akhirnya ia benar-banar tenang. Dan tertidur. Mungkin juga kecapean. Kutimang-timang lagi, kutepuk-tepuk lagi pantatnya. Ia semakin terlelap.

Begini jadinya jadi ayah. Menenangkan putra yang sedang kalut adalah juga tugas utamanya. Aku sadar ia begitu tergantung padaku. Darah dagingku begitu terikat denganku.

suami


18 sept 2010 02:10

Terbangun dari tidur karena lampu kamar yang dinyalakan istriku. Ternyata istriku sangat terusik dengan gigitan nyamuk yang sedang mengamuk. Satu dua tepukan ke dinding dan seekor nyamuk yang kenyang mati berdarah-darah. Beberapa tepukan lagi di kakiku, tapi kali ini luput. Nyamuk yang lincah berhasil meloloskan diri. Aku akhirnya benar-benar bangun. Membelalakan mata dan menggeser tubuh menuruni tampat tidur. Istriku bertanya, hendak ke mana. Kamar mandi, pipis. Aku ikut. Kami kencing bersama di kamar mandi.

Kembali ke kamar, aku sudah tidak bisa tidur lagi. Mata dan pikiran tidak bisa dipaksa memejam lagi. Terlebih otak. Beragam pikiran kembali mengganggu. Persoalaan siang muncul lagi. Kesan terhadap orang-orang di tempat kerja berputar lagi. Pikiran membuat dialognya sendiri. Mewakili diri sendiri dan pribadi-pribadi lain yang ikut dalam dialog. Tidak adil memang. Menempatkan pikiran sendiri di kata-kata yang keluar dari mulut yang diandaikan milik orang lain. Tapi apa boleh buat, otak sudah bermain sendiri dengan aturan yang dibuatnya secara sepihak.

Akupun akhirnya menyadari. Tidak semua dialog semu tadi adalah hasil kerja otak. Perasaanku ikut mempengaruhi munculnya dialog imajiner tadi. Rasa tidak suka pada pribadi-pribadi tertentu membuat kalimat-kalimat dialog menjadi sarkastis. Pongah tak kenal sopan-santun. Sekali lagi, apa boleh buat. Otonomi otakku punya kuasa mutlak untuk memainkan kata-kata sekehendak hati. Kalau sedang marah ya biarkan saja. Mumpung pribadi yang dihadirkan tidak hadir secara riil dalam dialog ini.

Tapi ini tidak baik. Melelahkan dan kekanak-kanakan. Lebih baik membuat rencana untuk berbicara langsung dengan pribadi-pribadi yang tidak disenangi tadi. Pasti kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mereka adalah kalimat -kalimat yang orisinil. Sehinga dengan demikian saya mendapatkan kepastian pendapat atas persoalaan yang sedang kami hadapi.

Ya sudahlah, begini mungkin lebih baik. Lebih jujur dan dewasa. Serta merta aku teringat umurku sudah tiga puluh dua. Sudah kepala tiga, tapi apakah aku sudah cukup dewasa? Terutama dalam menghadapi persolan-persoalaan yang aka temukan dengan pribadi-pribadi lain di tempat kerjaku. Jujurlah. Ini kesempatan untuk mengasah kejujuran diri yang pada gilirannya membawa diri pada tingkat kedewasaan tertentu.

Jujur. Mengakui kekurangan dan kelebihan diri sendiri maupun orang lain. Jangan takut pada kekuasaan karena ia tidak pernah bisa menguasai dirimu secara mutlak. Engkaulah orang yang paling berkuasa atas dirimu sendiri. Gunakanlah kekuasaanmu itu sebaik-baiknya karena pasti akan dituntut tanggung jawab atas apa yang telah engkau kerjakan dengan kekuasaanmu itu. Mari berhamba pada kebenaran, karena kebenaranlah jalan yang menuntun kekuasaan pada kemuliaan.

Cukup. Waktu sudah menunjukan pukul 02:45. sudah saatnya kembali tidur. Mata dan pikiran sudah mulai meredup. Semoga besok pagi ada dialog yang lebih menyenangkan dan membangun.


Minggu 03:50

Istriku membangun aku untuk mengantarnya ke kamar mandi. Kami terbangun tapi tidak begitu dengan anak kami. Istriku merasa perutnya sakit tapi tidak ada gerakan apa-apa dari anak kami. Ia memintaku untuk memasang telingaku ke perutnya. Aku menurutinya saja. Di beberapa tempat aku coba menangkap detakan kecil yang muncul dari dalam perut. Berpindah lagi ke bagian perut yang lain. Sampai kira-kira ada tiga bagian perut yang kutelusuri tapi sama saja. Kosong. Tidak ada detakan atau dentuman sama sekali. Istriku bertanya, bagaimana. Aku ragu-ragu memberi jawaban. Akhirnya kusampaikan saja dengan suara yang kurang pasti. Ada. Aku kembali keposisi normal. Kepala kembali sejajar lagi dengan istriku. Tapi tanganku tetap kutempelkan di perutnya. Beberapa detik kemudian anakku memberi tanda. Satu gerakan kecil dari dalam perut tapi itu sudah cukup untuk memberitahu kami. Aku di sini papa, ibu. Istriku pun kemudian mulai merasakan gerakan-gerakan kecil yang sama di dalam perutnya. Maaf ya dek, ibu membangunkanmu. Ya ibu dan bapak sudah tahu, ayo bobok lagi.


Sabtu, 25092010

Mata yang begitu berat. Kelelahan menambah lemah dan pening. Ingin tidur yang lama dan lelap. Ingin hilang sejenak. Pergi jauh entah ke mana. Pergi dalam tenang. Dalam terlelap yang panjang…

Setelah berhari-hari terombang ambing kegalauan, semua akhirnya mulai menampakkan kejelasan. Cepat atau lambat harus segera dibuat pilihan. Mungkin memang belum tepat waktunya. Tapi setidaknya jalan serius ke sana sudah harus mulai dirintis.

Terkadang kita tidak pernah tahu mengapa kita begitu dibenci sampai pada waktunya kebenciaan itu sendiri yang menjelaskan dirinya. Aku sesungguhnya tidak pernah yakin pada alasan yang bersifat negatif karena yang negatif hanyalah privasio, ia sebenarnya tidak pernah ada. Sehingga sebenarnya yang selalu kurenungkan adalah kebaikan apa, hal positif apa yang sesungguh aku belum lakukan padahal semestinya sudah harus kulakukan. Ya, pasti ada yang belum sempat hadir. Untuk itulah aku harus lebih proaktif. Bukan cari muka pada atasan. Tapi lebih sebagai cara untuk menunjukkan potensi diri yang belum teraktualisasi secara maksimal.

Siapa menyangka semua bisa begini…

Mari lebih serius mengembangkan potensi diri.. Bukan untuk memamerkan kebolehan tapi semata demi pengem bangan diri. Kalau di sini tidak diakui masih ada tempat yang lain, bukan? Sebuah kemampuan yang diasahkan dengan kesabaran akan lebih menunjukkan hasil yang optimal.

I believe in You, Jesus.

Tuhan Kutak dapat jalan sendiri


Sabtu, 09102010

SMS (Surabaya Medical Service) pukul 13,15 khabar itu datang. Besok pagi-pagi sekali kami harus kembali karena operasi cesar akan segera dilakukan pukul 07.00. ya Tuhan trima kasih untuk semuanya


Minggu, 10102010

SMS …. Aku ingin mengurai detailnya. Tapi nanti sajalah.

Pukul 21.46, aku duduk disamping istriku, menemaninya dalam diam. Sesekali ia minta minum dan aku segera menyodorkan segelas air putih. Dengan bantuan sedotan, ia menyedot seteguk air putih. "cukup, mas". Tubuhnya terbaring lemas, tangan masih dipasangi infus, 'ringer laktat', yang tinggal seperenambelas botol isinya. Ia memberi sinyal padaku bahwa infusnya sudah hampir habis. Matanya kemudian memejam lagi. Aku diam-diam mengamati wajah diamnya yang telah begitu sering kupandangi. Ingin kuceritakan detailnya kepadanya tapi akal sehatku masih belum bisa diajak kompromi.

Tubuhnya membujur lurus, dibungkus kain batik coklat yang di bawah dari rumah. Ia enggan memakai kain panas rumah sakit. Selang keteter menyembul keluar dari balik batik tepat dari bawah lutut. Selangnya terus menjulur dan bermuara di kantong plastik yang diletakkan di kolong tempat tidur. Kantong itu sudah hampir penuh. Cairan kuning yang bercampur dengan warna merah darah mulai menyesaki kantong itu.

"kantongnya hampir penuh sayang"

"nanti bilang mbaknya, tolong ajari cara membuang cairannya."

"Oh.."


Aku lelah, mata berat. ingi n sekali istirahat. Sudah dari pukul 03.00 subuh, aku terbangun, membangunkan istriku dan siap-siap berangkat ke SMS. Sedikit kepagian kami tiba di SMS, melapor diri dan memasuki kamar Rosela 6-7.

Pukul 06.00, pakaian istriku diganti dengan pakaian operasi. Setengah jam kemudian kami bergegas ke kamar operasi. Di depan kami menunggu. Begitupun dengan para assisten dokter. Ternyata bu dokter belum tiba. Melepas ketegangan kami mulai lagi bercanda. Marianus menggodai Maksi. Mama dan Vita tersenyum-senyum sendiri di sudut ruangan. Aku memegang tangan kursi roda dan coba membuat urutan kecil di leher istriku. Aku sedang membuat istriku tenang. Ia menatap padaku dan tersenyum. Semuanya akan baik-baik saja kan?

Waktu menunggu semakin lama karena Bu Dokter belum juga datang. Satu jam telah berlalu. Gurauan sudah tidak menggelitik lagi. Diganti rasa ngantuk yang sangat. Kegelisahan kulihat mulai membayangi raut wajah istriku. Aku coba menenangkannya. Rosario biru masih digenggam tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengusap perutnya yang semakin terasa sakit. Yang sabar ya nak.


Pukul 07.50 bu Dokter tiba. Sedikit basa-basi ia menyapa istriku dan seorang assistennya mengambil alih kursi roda istriku untuk dibawah masuk. Kami tidak boleh masuk. Dari pintu kaca kami berdoa semoga semuanya berjalan lancar.

Pukul 08.00 bu dokter masuk ke kamar oprasi dan sepuluh menit kemudian…

Pukul 08.10 tangis anakku mengelegar memecah pagi itu. Menembus lorong ruang operasi dan sampai di hatiku. Membuat jantungku berdebar semakin kencang. Aku histeria dalam bahagia. Ada perasaan aneh yang sulit digambarkan. Terima kasih Tuhan. Kemudian anakku dibawah keluar menuju ruang bayi. Seluruh tubuhnya dibungkus kain kecuali wajahnya. Di depan pintu keluar suster perawat menunjukkan wajahnya pada kami. Kelihatan wajah ketakutannya dan tangisnya yang tak mau berhenti.