Kamis, 31 Maret 2011

MEA CULPA


Saya masih sangat mengingat kebiasaan baik yang selalu diteruskan dalam kehidupan bersama di seminari. Jika ada seorang penghuni asrama yang melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap aturan maupun keputusan bersama, apalagi kalau kesalahan atau pelanggaran itu sampai merugikan kepentingan umum sehingga dapat merusak tatanan bonum commune yang telah ada, maka orang itu harus meminta maaf secara publik. Tradisi ini disebut "capitulum culpae". Pelaku pelanggaran tadi secara sadar, tahu dan mau, harus berdiri di depan umum, misalnya dalam kesempatan makan bersama atau ibadat bersama, dan dihadapan saudara-saudaranya, mengakui dan menyatakan sesalnya atas pelanggaran atau kesalahan yang telah dibuatnya.

Jenis kesalahan bisa beragam. Mulai dari kesalahan-kesalahan kecil, seperti memecahkan gelas saat spullen, lupa mematikan kran kamar mandi, sampai pada kesalahan-kesalahan besar, seperti bolos dari sekolah, ketiduran sehingga tidak bisa mengikuti ibadat pagi, dan lain sebagainya.

Tentunya ada hal penting dan mendasar yang ingin ditanamkan melalui tradisi ini, yakni keadaran tiap pribadi untuk menghargai aturan dan pentingnya menjaga kelangsungan bonum commune. Tetapi juga bagi penghuni yang lain, yang mendengarkan pengakuan itu, dibiasakan untuk selalu dapat memberi pengampunan dan maaf yang tulus. Ungkapan sikap pemberian maaf yang tulus ini, sekaligus dapat memberi efek jerah yang lebih membekas pada si pelaku. Sebab si pelaku merasa ia tidak dihukum secara berlebihan, tetapi dia walaupun telah bersalah tetap menjadi bagian dari komunitasnya karena ia diterima lagi. Tentunya sanksi sesuai berat ringannya pelanggaran tetap harus ditanggung oleh si pelaku pelanggaran, tetapi semangat untuk menjalankan sanksi itu tidak lagi didasarkan atas unsur paksaan. Namun sekarang adalah semangat yang dilandasi ketulusan hati untuk mau berubah dan tidak akan mengulang kesalahan yang sama.

"Mea culpa, mea culpa, mea maxsima culpa!" Bila seseorang telah sungguh-sungguh mengakui kesalahannya dan berniat tulus untuk berubah, maka setiap kita punya kewajiban moral untuk mendukung niat baik ini. Dalam Matius 18:22, Yesus berkata : "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Inilah yang diharapkan Yesus dari setiap pengikutnya; Hati yang tidak pernah lelah untuk memberi maaf. Tangan yang tidak pernah capek untuk menyambut uluran permintaan maaf saudara kita. Memang tidak mudah memaafkan apalagi memaafkan orang yang telah begitu menyakitkan hati. Walaupun begitu bukankah akan lebih menyakitkan hati bila berlama-lama menyimpan dendam, karena akan menyesakkan dada, membuat sulit bernapas, tertekan, dan akhirnya sakit. Bila sudah begini siapa yang dirugikan?

Rabu, 30 Maret 2011

EXFRATER: FATALISME

http://zerovigo.blogspot.com

FATALISME


Ketika semua yang engkau idam-idamkan belum juga menampakan kedekatannya dengan dirimu, apakah itu karena nasib baik belum berpihak padamu? Kita selalu berdoa dan berharap dengan penuh kesungguhan hati supaya bisa dikabulkan semua harapan dan permohonan kita. Tetapi kenyataan belum memberikan jawaban yang pasti, sekali lagi, apakah ini karena kita pun sedang dipermainkan nasib? Siapa sih sebenarnya nasib itu? Sebentuk apakah benda yang namanya nasib itu? Atau kalau memang ia tak berbentuk sekalipun, tunjukanlah aku padanya. Aku ingin berhadap-hadapan dengannya.

Di mana ia sesungguhnya berada? Apakah ia ada di puncak-puncak gunung, tempat semua dewa berdiam dan mengatur ciptaan dari jauh dan mengendalikan keteraturan kosmos sekehendak hati mereka? Walaupun ia setinggi itu, tetap akan kudaki tuk minta pertagungjawabannya. Apakah ia ada di dasar lautan, tempat dewi penguasa laut bertahta dan memerintahkan samudra bergolak seturut maunya sendiri? Walaupun ia begitu tersembunyi, aku akan menyelaminya tuk mendapatkan jawaban atas semua pertanyaanku tentang dia (nasib).

Apakah ia menggantung di angkasa, tempat bintang-bingtang dan mateor membentuk tatanan galaksi?Memamerkan kemilau dan kerlingan angkuh yang meningkahi malam dengan sejuta impian kosong? Walaupun ia terlalu jauh untuk dicapai, aku akan tetap terbang ke sana. Sebab aku tidak mungkin terus berdiam diri dan membiarkan sang nasib mempermainkan hidupku.

Kelelahan karena harus mencari, menantang atau bahkan mungkin berkelahi dengannya, tidaklah seberapa membebani. Ketimbang kelelahan akibat dipimpong oleh nasib yang tak menentu. Ah, aku sudah tak sabar lagi! Ayo siapa ingin ikut bersamaku memburu sang nasib, sebelum dia akhirnya merasa menang karena mampu memperdayai kita! "Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu, (uL 4:9)" sebab indra kita seringkali menipu. apa yang kita kira benar bisa saja salah, tetapi apa yang kita anggap salah mungkin benar.

Senin, 28 Maret 2011

KISAH RAKYAT DI NIGERIA


Ada tiga orang pulang dari pengembaraan mereka mengambil harta karun. Karena lelah, letih serta lapar selama menempuh perjalanan yang panjang maka mereka memutuskan untuk beristirahat. Dua di antara mereka sudah agak tua dan satunya adalah seorang anak muda. Berhubung yang dua orang itu sudah tua maka yang muda disuruh membeli makanan dan minuman untuk mereka bertiga. Saat pemuda itu pergi membeli makanan, kedua orang tua itu berencana untuk membunuhnya. Mereka berpikir, kalau harta ini dibagi bertiga masing-masing mereka akan mendapat bagian yang sedikit. Tetapi kalau dibagi berdua dapatnya akan lebih banyak. Si pemuda yang pergi membeli makanan pun, di tengah perjalanan, berpikir yang sama. karena itu setelah membeli makanan, si pemuda itu memberi racun pada makanan kedua orang tua itu. Si pemuda kembali dan mulai menyajikan makanan untuk kedua orang tua itu. Namun saat si pemuda lengah, kedua orang tua temannya itu, memukulnya hingga mati. Setelah itu dengan penuh kegembiraan mereka merayakan kemenangan mereka dengan menyentap makanan yang dibawa anak muda tadi. Akhirnya, kedua orang tua itupun mati keracunan. Akibat ketamakan ketiga orang pencari harta karun itu, tidak satupun dari mereka yang akhirnya dapat menikmati harta karun mereka yang sudah dicari dengan penuh susah payah itu.

Kamis, 24 Maret 2011

Menyebrangi Sungai


Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran, pak guru memberi sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya, " Anak-anak, andaikan suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat. Lalu, di depan kita terbentang sebuah sungai kecil. Walaupun tidak terlalu lebar tapi airnya sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut. Sedangkan satu-satunya jembatan yang ada untuk menyebrangi sungai, tampak dikejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat kita berdiri.

Pertanyaannya adalah, apa yang akan kalian perbuat untuk menyebrangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? Pikirkan baik-baik! Tuliskan jawaban kalian di selembr kertas. Jangan sembarangan menjawab dan jawablah dengan memberi alasan. Kita akan diskusikan setelah ini."

Seisi kelas segera ramai. Masing-masing anak memberi jawaban yangn beragam. Setelah bebebrapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, pak guru segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi. Ada sekelompok anak pemberani yang menjawab, "Kumpulkan tenaga dan keberanian, ambil ancang-ancang dan dan lompatlah ke seberang sungai!" ada pula yang menjawab, "Kami akan langsung segera melompat ke sungi dan berenang sampai ke seberang."

Kelompok yang lain bilang, " Kami akan mencari sebatang tongkat pangjang untuk membantu menyebarang dengan tenaga lontaran dari tongkat tersebut." dan ada juga yang berpendapat begini, "Saya akan berlari secepatnya ke jembatan dan menyebrangi sungai. Walaupun agak lama karena jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan menyebrangi jembatan adalah cara yang paling aman."

Setelah mendengar semua jawaban anak-anak, pak guru berkata, "Bagus sekali jawaban kalian. Yang menjawab melompat ke seberang, berarti kalian mempunyai semangat berani mencoba. Yang menjawab turun ke air berarti kalian mengutamakan praktik. Yang memakai tongkat berarti pintar memakai unsur dari luar untuk sampai ke tujuan. Sedangkan yan gberlari ke jembatan untuk menyebrang berarti lebih mengutamakan keamanan.

Bapak senang, kalian memiliki alasan atas jawaban itu. Semua jalan yang kalin tempuh adalah positif dan baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mau berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari gunung dikejar! Pasti tujuan kalian akan tercapai!

Pesan bapak, mulai dari sekarang dan sampai kapanpun, kalian harus lebih rajin belajar dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai ke tempat tujuan."

(Dari Kumon Class diary, febrary 2011, Kumon Margorejo- Surabaya)

Kamis, 17 Maret 2011

DISIPULUS


Mat 7:7-12

"Tuhan, ajarlah kami berdoa," (Luk 11:1). Inilah permintaan tulus seorang murid yang sadar bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Ia sadar bahwa kewajibannya semata-mata adalah belajar. Seluruh perjalanan seorang murid taklain, tak bukan adalah suatu perjalanan untuk selalu belajar. Belajar mengisyaratkan keberadaan diri yang tak tahu apa-apa atau belum cukup memiliki sesuatu yang bisa diandalkan untuk diberi kepada orang lain. Kecuali ketekadan untuk belajar itu sendiri. Si murid merasa diri seperti bejana kosong yang selalu minta untuk diisi.

Sang murid meminta kepada Gurunya untuk mengajari mereka berdoa. Berdoa adalah usaha untuk tetap berada dekat dengan Tuhan. Meskipun kita sendiri tahu bahwa Tuhan tidak pernah jauh dari kita, berdoa tetap merupakan salah satu sarana yang mampu menyadarkan kita akan kedekatan Tuhan dengan kita ini. Dengan berdoa murid merasa hidupnya lebih aman karena ia sadar bahwa ia berada dekat dengan Tuhannya.

"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Mat 7:7). Yesus, sang Guru, kembali menegaskan kepada para muridNya untuk tidak pernah berhenti berdoa. Penegasan Yesus ini menunjukkan bahwa sikap sejati seorang murid adalah meminta bukan menuntut. Meminta berarti memohon dengan penuh pengharapan bahwa permintaannya dapat terkabulkan. Jadi tugas utamanya hanyalah meminta, persoalan dikabulkan atau tidak permintaanya itu sepenuhnya merupakan wewenang dari Tuhan. Seorang murid tidak boleh menuntut atau memaksa Tuhan, apalagi menyuap Tuhan dengan berbagai perbuatan-perbuatan baik hanya supaya doanya dikabulkan. Yang dimaksudkan dengan menyuap Tuhan itu misalnya seperti mengandalkan perbuatan-perbuatan baiknya; amal, bakti, puasanya, sebagai garansi dan modal untuk mendapat rahmat dari Tuhan. Seorang murid tidak bisa mengekang Tuhan dengan jalan pikirannya bahwa setiap perbuatan baiknya pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan.

Kalau begitu apa yang menjadi andalan seorang murid bahwa permintaannya dapat dikabulkan oleh Tuhan? “jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."(Mat 7:11). Andalan seorang murid adalah kemurahan hati dari Tuhan. Tuhan yang maha murah dan maha mengetahui tentunya memahami dengan baik sekali kebutuhan dari setiap muridnya. Jadi Tuhan akan memberikan kepada setiap orang yang meminta kepadanya apa yang sesungguhnya sangat dibutuhkannya. Yang barangkali tidak persis seperti yang dimintakan sang murid. Tetapi sering kali malah jauh melebihi apa yang diminta oleh sang murid. Apakah saya sudah memiliki sikap sejati seorang murid?

Rabu, 16 Maret 2011

SIGNAL


Luk 11:29-32

Angkatan ini adalah angkatan yang mempersonifikasikan dengan sangat tegas adagium yang dilekatkan padanya; Homo est simbolicum animalae. Seluruh tampilan dirinya adalah pemaknaan berlapis dari beragam symbol yang dipakai dirinya dan komunitasnya. Rentetan symbol membentuk tanda atau sign (signal) yang memungkinkannya untuk berkomunikasi; mensyeringkan makna kepada sesamanya. Signal kemudian menjadi dewa baru yang diburu demi memuluskan hidup manusia dewasa ini.

Seluruh atmosfir kita pun, akhirnya disesaki oleh beragam signal, dari signal-signal super-elektromagnetik sampai signal gelombang radio frekuensi rendah. Signal adalah jawaban atas kebutuhan super-sibuk manusia akan informasi dan keinginan membangun relasi. Baik dari sekedar say hallo maupun sampai pada diskusi super- penting tentang dampak reaksi radiasi nuklir yang akan segera mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Ya, manusia memang tidak dapat terpisahkan sama sekali lagi dari yang namanya signal. Lihat saja, jika penunjuk signal di handphonenya hilang, ia dapat seketika pusing tujuh keliling. Semua terasa mandek, berhenti, mau mati rasanya. Segera ia akan berlari ke sana kemari untuk sekedar menemukan yang namanya signal. Sebab kalau signal sampai hilang bisa berakibat fatal. Seorang pengusaha yang sedang membuat deal-deal penting usaha dengan kleinnya melalui telephone genggam bisa gagal mencapai kata sepakat kalau tiba-tiba pembicaraan serius itu sampai putus. Seorang suami yang sedang kangen dengan istrinya, bisa uring-uringan kalau setiap kali HP istrinya dihubungi, jawaban yang didapatnya adalah nomor yang anda tujuh sedang berada di luar jangkauan. Ia mungkin bisa curiga apakah istrinya memang sedang berada di luar kota, tetapi bersama siapa? Padahal mungkin istrinya juga sendang kebingungan karena signal di area sekitar rumahnya still in trouble.

"Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.” (Luk 11: 29) Yesus tidak memberikan tanda kepada orang-orang yang datang kepadanya. Mereka menghendaki suatu tanda, karena memang mereka tidak akan percaya kepadaNya kalau belum melihat suatu tanda dariNya, tetapi Yesus tidak menunjukan suatu tanda apapun kepada mereka. Ketegasan Yesus ini hendak mengungkapkan suatu kebenaran ini, yaitu bahwa antara tanda dan orang yang diberi tanda mempunyai kaitan erat. Bila ingin memdapat tanda mereka harus menyiapkan diri terlebih dahulu supaya pantas dan mampu menerjemahkan makna tanda itu secara benar. Orang yang jahat, yang tidak memiliki ketulusan untuk menyembah Tuhan, tidak akan mampu memahami tanda apapun dari Allah.

Kita adalah angkatan yang tengah hidup di era hingar-bingarnya tanda atau signal. Tapi apakah kitapun mampu menangkap tanda-tanda atau signal-signal dari Allah? Untuk menangkap signal dari Allah tentunya dibutuhkan kesiapan hati, karena signal Allah hanya mampu ditangkap oleh orang yang mencari Dia dengan tulus hati.

Masa prapaskah yang sedang kita jalani sekarang ini merupakan moment yang pas untuk menyiapkan hati kita agar mampu menangkap signal dari Allah. Untuk itu kita harus bisa tenang. Harus bisa keluar dari hingar-bingar signal dunia ini untuk lebih focus memantapkan hati kita dalam manangkap signal dari Allah. Mari kita berusaha menyisihkan sedikit saja waktu untuk meninggalkan kesibukan-kesibukan duniawi kita, untuk sejenak mengasah nurani kita dengan aktivitas rohani yang dapat membuat kita lebih dekat dan peka terhadap signal lembut dari Allah. Apakah kita masih punya waktu untuk berdoa dan merenungkan sabda Tuhan setiap hari secara rutin?